PRINSIP ETIKA DALAM
BISNIS SERTA ETIKA DAN LINGKUNGAN
2.1 Prinsip Etika
Dalam Berbisnis
2.1.1 Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi ini berkaitan dengan sikap dan kemampuan individu
dalam mengambil sebuah keputasan dan tindakan yang tepat. Dengan kata lain,
seorang pelaku bisnis harus bisa mengambil keputusan yang baik dan tepat, dan
mempertanggungjawabkan keputusan tersebut.
Pelaku usaha bisa dikatakan punya prinsip otonomi dalam berbisnis
jika ia memiliki kesadaran penuh akan kewajibannya dalam menjalankan usaha.
Artinya, seorang pengusaha memahami bidang usaha yang dikerjakan, situasi yang
dihadapi, serta tuntutan dan aturan yang berlaku di bidang tersebut.
Pelaku usaha juga dikatakan memiliki prinsip otonomi bila ia sadar
bahwa keputusan dan tindakan yang diambil sesuai atau bertentangan dengan nilai
atau norma moral tertentu, serta memiliki risiko yang dapat terjadi bagi
dirinya dan perusahaan. Prinsip otonom bukanlah sekedar mengikuti nilai dan
norma yang berlaku, tapi juga kesadaran dalam diri bahwa yang dilakukan adalah
hal yang baik.
2.1.2 Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran seharusnya menjadi dasar penting dalam
menjalankan usaha apapun. Sebagian besar pengusaha sukses, baik pengusaha
modern maupun pengusaha konvensional, mengaku bahwa kejujuran adalah salah satu
kunci keberhasilan dalam bisnis apapun.
Prinsip kejujuran ini sangat penting untuk dilakukan oleh para
pengusaha. Pada umumnya bisnis yang berjalan tanpa mengedapankan prinsip
kejujuran tidak akan bertahan lama.
Bagi pengusaha, kejujuran ini dikaitkan dengan kualitas dan harga
barang yang ditawarkan pada konsumen. Dengan kata lain, menjual produk bermutu
tinggi dengan harga pantas dan wajar merupakan bentuk kejujuran dari seorang
pengusaha kepada konsumen.
Kejujuran sangat besar dampaknya dalam proses menjalankan usaha. Sekali
saja seorang pelaku usaha tidak jujur/ menipu konsumen, maka ini adalah awal
kemunduran bahkan kehancuran sebuah bisnis. Apalagi di bisnis modern seperti
sekarang ini yang tingkat persaingannya sangat tinggi.
2.1.3 Prinsip Keadilan
Adil dalam hal ini berarti semua pihak yang terlibat dalam bisnis
memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai aturan yang berlaku.
Dengan begitu, maka semua pihak yang terkait dalam bisnis harus memberikan
kontribusi terhadap keberhasilan bisnis yang dijalankan, baik secara langsung
maupun tak langsung.
Dengan menerapkan prinsip keadilan ini dengan baik, maka semua
pihak yang terlibat di dalam bisnis, baik relasi internal maupun relasi
eksternal, akan mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan haknya masing-masing.
2.1.4
Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip saling
menguntungkan ini artinya aktivitas bisnis yang dijalankan memberikan
keuntungan bagi semua pihak. Berbeda dengan prinsip keadilan yang menuntut agar
semua pihak tidak merasa rugi, prinsip saling menguntungkan ini menuntut hak
yang dalam hal keuntungan kegiatan bisnis.
Prinsip saling
menguntungkan ini utamanya mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis itu sendiri.
Pada praktiknya, prinsip ini terjadi dalam proses bisnis yang baik dimana
pengusaha ingin mendapat keuntungan dan konsumen ingin mendapat barang atau
jasa yang memuaskan.
2.1.5
Prinsip Loyalitas
Prinsip loyalitas berhubungan dengan proses menjalankan bisnis yang
dilakukan oleh para pekerja, baik manajemen, atasan, maupun bawahan. Loyalitas
dapat dilihat dari cara kerja dan keseriusan dalam menjalankan usaha sesuai
dengan visi dan misi (baca: pengertian visi dan misi) perusahaan.
Dengan kata lain, penerapan prinsip loyalitas ini berarti pengusaha
dan unsur-unsur di dalamnya tidak boleh mencampur-adukkan masalah pribadi
dengan urusan pekerjaan.
2.1.6
Prinsip Integritas Moral
Setiap perusahaan harus memiliki integritas moral yang
baik. Dengan begitu, perusahaan lebih dapat dipercaya masyarakat. Menerapkan
prinsip ini, berarti seluruh pelaku bisnis, baik karyawan hingga manajemen
harus selalu menjaga nama baik perusahaan.
Itulah beberapa pendekatan dan prinsip dalam
menerapkan etika bisnis perusahaan. Dengan etika bisnis yang baik, perusahaan
dapat berkembang dengan mudah. Etika bisnis dalam sebuah perusahaan menjadi
wajah dari perusahaan tersebut. Contoh seperti kejujuran pemilik usaha. Jika
pemilik usaha selalu jujur kepada karyawan maupun rekan kerja, tentu rekan
kerja akanmelihat perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memiliki performa
bagus karena kejujuran yang ada. Tetapi jika sebaliknya, pemilik usaha sama
sekali tidak jujur baik kepada karyawan maupun rekan kerja, maka mudah sekali
cap jelek dari rekan bisnis lain datang untuk pemilik usaha tersebut. Bahkan
bisa jadi seluruh perusahaan juga mendapat cap jelek.
Selain menerapkan etika bisnis, Anda juga harus
menerapkan keuangan yang lebih baik. Kondisi keuangan yang baik secara langsung
dapat membantu mengembangkan perusahaan dengan mudah. Untuk mengetahui kondisi
keuangan yang baik, Anda membutuhkan laporan keuangan perusahaan.
2.1.7
Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Prinsip hormat pada
diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip Tindakan yang dampaknya
berpulang Kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke
masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis
memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat
memberi respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak
menyenangkan, maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang
bersangkutan.
Contoh prinsip hormat
pada diri sendiri dalam etika bisnis : jika para manajemennya berorientasikan
pada pemberi kepuasan kepada karyawan yang berprestasi karena sepadan dengan
prestasinya maka dapat dipastikan karyawan akan semakin loyal terhadap
perusahaan.
2.2
Hak dan Kewajiban dalam Etika Bisnis
Hak
dan kewajiban konsumen diatur dalam pasal 4 dan 5 UU No. 8 / 1999, sebagai
berikut:
Hak konsumen
antara lain:
·
hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
·
hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
·
hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
·
hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
·
hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
·
hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
·
hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
·
hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
·
hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban konsumen adalah:
·
membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
·
beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
·
membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
·
mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.
2.2.2
Hak dan kewajiban Pelaku Usaha
Hak dan kewajiban pelaku usaha / pengusaha
diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8 / 1999.
Hak pelaku usaha adalah:
·
hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·
hak
untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
·
hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
·
hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·
hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah:
·
beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
·
memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
·
memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
·
menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
·
memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
·
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2.3.1 Justice Approach
Dalam tindakan ini, semua orang yang memiliki
hak untuk mengambil keputusan berada di posisi yang sama, dan bertindak adil
dalam melayani pelanggan, baik individu maupun kelompok.
Pendekatan etika bisnis ini dapat menguntungkan
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
2.3.2 Individual Rights Approach
Dalam pendekatan ini mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk menghargai tindakan satu sama lain.
Namun, ketika suatu tindakan dianggap menyebabkan perpecahan atau
bertentangan dengan hak orang lain, maka tindakan ini harus dihentikan /
dihindari.
2.3.3 Utilitarian Approach
Dalam pendekatan ini, semua tindakan yang
diambil harus didasarkan pada pemahaman akan konsekuensi.
Artinya, seorang wirausahawan harus dapat memberikan manfaat baru
kepada masyarakat dengan biaya serendah mungkin tanpa membahayakan orang lain.
2.4.1 ANTROPOSENTRISME
( Shallow Environtmental Ethics)
Antroposentrisme adalah teori lingkungan yang
memandang manusia sebagai pusat dari alam semesta. Mengaggap bahwa manusia
manusia dan kepentingannya sebagai nilai tertinggi, sehingga mengatakan bahwa
nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia sehingga etika hanya berlaku
bagi manusia. Kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap alam merupakan
perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap sesama manusia, bukan
terhadap alam itu sendiri. Etika ini
bersifat intrumentalistik artinya pola hubungan manusia dengan alam yaitu alam
sebagai alat kepentingan manusia. Manusia peduli terhadap alam, demi menjamin
kebutuhan hidup manusia sehingga jika alam itu tidak berguna bagi kepentingan
hidup manusia maka akan diabaikan saja. Disebut sebagai etika teologis karena
mendasarkan pertimbangan moral pada akibat dari tindakan tersebut bagi
kepentingan manusia. Suatu kebijakan dan tindakan yang baik dalam kaitan dengan
lingkungan hidup akan dinilai baik kalau mempunyai dampak yang menguntungkan
bagi kepentingan manusia.
Etika ini juga bersifat egoistis karena hanya
mengutamakan kepentingan manusia, karena kepentingan mahkluk hidup lain
mendapat pertimbangan moral tetap saja demi kepentingan manusia, maka dianggap
sebagai etika lingkunan yang dangkal dan sempit (shallow environmental ethics).
Krisis lingkungan dianggap terjadi karena perilaku
manusia yang dipengaruhi cara pandang antroposentris. Cara pandang ini
menyebabkan pola perilaku manusia yang eksploitatif, dekstruktif dan tidak
perduli terhadap alam. Apa saja boleh dilakukan manusia terhadap alam sejauh
tidak erugikan kepentingan manusia. Kepentingan manusia dalam hal bersifat
jangka pendek.
1)
Argumen
Antroposentris
Historis pemikiran antroposentris :
a.
Teori
Kristen
· Kitab Kejadian 1: 26-28
Penafsiran akan
ayat ini adalah Allah memberi wewenang penuh kepada manusia untuk
mengeksploitasi alam demi kepentingan manusia.
· Kejadian Pasal 2: 9
Ketidakpatuhan
manusia terhadap Allah melainkan memutuskan sendiri mana yang baik atau tidak
baik dilakukan. Kaitannya dengan alam semesta menganggap yang baik adalah yang
menunjang kehidupannya sebagai manusia sehingga dipelihara, dan yang jahat
adalah yang mengancam kehidupan manusia sehingga harus dibasmi. Terjadinya
krisis lingkungan karena manusia mengintervensi lingkungan demi kepentingannya.
b.
The
Great Chain of Being
Fokus utama
terhadap Rantai Kehidupan ( The Great Chain of Being) dimana semua kehidupan di
bumi membentuk dan berada dalam sebuah rantai kesempurnaan kehidupan, mulai
dari yang paling sederhana sampai pada Maha Sempurna, yaitu Allah. Setiap
ciptaan lebih rendah dimaksudkan untuk kepentingan ciptaan yang lebih tinggi. Hal
itu dianggap sah karena demikianlah kodrat kehidupan dan tujuan penciptaan.
c.
The
Free and Rational Being
Manusia lebih
tinggi dan terhormat dibandingkan dengan mahkluk ciptaan lain karena manusia
adalah satu-satunya mahkluk bebas dan rasional, oleh karena itu Tuhan
menciptakan dan menyediakan segala sesuatu di bumi demi kepentingan manusia.
Manusia mampu mengkomunikasikan isi pikirannya dengan sesama manusia melalui
bahasa. Manusia diperbolehkan menggunakan mahkluk non-rasional lainnya untuk mencapai
tujuan hidup manusia, yaitu mencapai suatu tatanan dunia yang rasional.
Perspektif
serta pemahaman antroposentris oleh WH. Murdy dan F. Frase Darling merupakan
pembelaan akan teori ini. Murdy menyatakan bahwa semua mahkluk di dunia ini ada
dan hidup sebagai tujuan pada dirinya sendiri, sehingga hal yang wajar dan
alamiah kalau manusia menganggap dirinya lebih tinggi dari mahkluk lain. Demi
mencapai tujuannya manusia harus menilai tinggi alam, karena kelangsungan hidup
dan kesejahteraan hidup manusia tergantung dari kualitas, keutuhan dan
stabilitas ekosistem seluruhnya. Permasalahannya adalah tujuan-tujuan yang
berlebihan yang berada di luar batas toleransi ekosistem itu sendiri. Jadi
menurut Murdy krisis lingkungan disebabkan oleh penedekatan antroposentris yang
berlebihan.
Menurut Darling,
pendekatan antroposentrisme tidak salah karena dengan menempatkan manusia pada
posisi lebih terhormat, manusia dituntut untuk bertanggung jawab khusus
terhadap seluruh isi alam semesta. Yang salah adalah penerapan antroposentrisme
yang hanya melihat superioritas posisi manusia yang berkuasa atas alam secara
sewenang-wenang.
2)
Etika
Intrumentalistik
Beberapa posisi
dan argumen moral yang dapat menjadi pegangan bagi manusia dalam hubungannya
dengan lingkungan.
a.
Prudential
and Instrumental Argument
Prudential Argument menekankan bahwa kelangsungan hidup dan
kesejahteraan manusia tergantung dari kualitas dan kelestarian
lingkungan.Argumen Instrumental adalah penggunaan nilai tertentu pada alam dan
segala isinya, yakni sebatas nilai instrumental. Dengan argumen ini, manusia
mengembangkan sikap hormat trhadap alam.
b.
Teologi
Kristen
Dalam kisah penciptaan, manusia diciptakan secitra dengan Allah,
sehingga manusia sebagai wakil Allah mempunyai tanggung jawab moral khusus,
bahkan sangat berat, untuk menjaga dan melestarikan alam ciptaanNya.
2.4.2 BIOSENTRISME
(Intermediate Environmental Ethics)
Ciri - ciri Teori Etika
Biosentrisme menganggap setiap kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga
pada dirinya sendiri. Mendasarkan moralitas keluhuran kehidupan, baik pada
manusia ataupun makhluk hidup lainnya. Karena bernilai pada dirinya sendiri,
kehidupan harus dilindungi. Untuk itu, dibutuhkan etika sebagai penuntun
manusia dalam bertindak melindungi dan menjaga kehidupan.
a.
Teori
Lingkungan yang Berpusat pada Kehidupan (Life-Centered Theory of Environment)
Intinya adalah
manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam yang bersumber dan berdasarkan
pada pertimbangan bahwa, kehidupan adalah sesuatu yang bernilai. Etika ini
diidasarkan pada hubungan yang khas anatara alam dan manusia, dan nilai yang
ada pada alam itu sendiri.
Menurut Paul
Taylor, biosentrisme didasarkan pada empat keyakinan yaitu:
·
Manusia
adalah anggota komunitas kehidupan di bumi, sama halnya dengan makhuk lain.
·
Spesies
manusia, dan spesies lain adalah bagian dari sistem yang saling tergantung.
Semua organisme adalah
pusat kehidupan yang mempunyai tujuan sendiri. Pemikiran-pemikiran tersebut
melahirkan pemahamn baru akan manusia yaitu :
·
Manusia
hanya makhluk biologis yang sama dengan makhluk biologis lain.
·
Manusia
mendiami bumi yang sama dengan makhluk lain
·
Manusia
merupakan bagian dari keseluruhan, bukan pusat dari alam semesta.
Perlu adanya pembedaan
antara pelaku moral dan subjek moral untuk lebih memahami teori ini. Pelaku
Moral adalah makhluk yang memiliki kemampuan bertindak secara moral (berupa
akal budi, kebebasan dan kemauan), sehingga berkewajiban dan bertanggungjawab
atas tindakannya (accountable being). Subjek Moral adalah makhluk yang bisa
diperlakukan secara baik atau buruk, dan pelaku moral berkewajiban dan
bertanggungjawab terhadapnya, yang menurut teori ini adalah semua organisme
hidup dan kelompok organisme tertentu. Intinya adalah semua pelaku moral adalah
subjek moral, tetapi tidak semua subjek moral adalah pelaku moral. Kewajiban
utama manusia sebagai pelaku moral adalah menghormati dan menghargai alam
(respect for nature) yang dapat diwujudkan dalam kewajiban-kewajiban :
·
Tidak
melakukan sesuatu yang merugikan alam dan isinya (Nonmaleficence atau Noharm )
·
Tidak
mencampuri (Non-Interference)
·
Tidak
membatasi dan menghambat kebebasan organisme berkembang dan hidup secara
leluasa di alam sesuai hakikatnya
·
Membiarkan
organisme berkembang sesuai hakikatnya
·
Kesetiaan
(terhadap binatang tertentu untuk bijaga dan dibiarkan hidup di alam bebas
·
Kewajiban
restitutif dan keadilan retributif
b.
Etika
Bumi (Land Ethic) oleh Aldo Leopold
Terdiri dari dua prinsip yaitu :
·
“A
thing is right when it tends to preserve the integrity, stability and beauty og
the biotic community. It is wrong when it tends otherwise” Segala sesuatu di
alam semesta ini (semacam suatu komunitas biotis) mempunyai nilai pada dirinya
sendiri, terlepas dari apakah berkaitan dengan dan menunjang kehidupan manusia
atau tidak.
·
Gagasan
memperluas pemberlakuan etika
Komunitas moral yang
dikenal dalam kehidupan manusia diperluas mencakup alam semesta secara
keseluruhan. Perluasan tersebut mencakup perlakuan manusia terhadap alam dan
segala isinya, serta sampai kepada kemungkinan evolusioner dan keniscayaan
ekologis. Merupakan suatu holisme karena yang jadi fokus utama adalah bumi,
komunitas biotis dan bukan individu spesies atau makhluk hidup di dalamnya. Ada
semacam piramida yang disebut piramida bumi yang merupakan suatu rantai yang
kompleks seakan tdak teratur, tetapi stsebuabilitas sistem tersebut membuktikan
bahwa rantai makanan merupakan struktur yang sangat rapi.
c.
Anti-Spesiesme
Teori ini
menuntut perlakuan yang sama bagi semua makhluk hidup, karena alasan semuanya
mempunyai kehidupan. Keberlakuan prinsip moral perlakuan yang sama (equal
treatment). Anti-spesiesme membela kepentingan dan kelangsungan hidup spesies
yang ada di bumi. Dasar pertmbangan teori ini adalah aspek sentience, yaitu
kemampuan untuk merasakan sakit, sedih, gembira dan seterusnya. Inti dari teori
biosentris adalah dan seluruh kehidupan di dalamnya, diberi bobot dan
pertimbangan moral yang sama.
2.4.3 EKOSENTRISME
(Deep Eernvirontmental Ethics)
Ekosentrisme merupakan
kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini
sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada
penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi
pemberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas
pemberlakuan etika untuk komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep
etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biotis), seperti tumbuhan dan hewan.
Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk komunitas ekosistem
seluruhnya (biotis dan a-biotis).
Biosentrisme dan
ekosentrisme, memandang manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial (zoon
politikon). Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis,
makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah,
tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling
tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai
intrinsik semua makhluk dan memandang manusia tak lebih dari salah satu bagian
dalam jaringan kehidupan.
Bagaimanapun
keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga. Holocaust
ekologis telah membawa dampak pada setiap dimensi kehidupan ini. Ekosentrisme
tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan yang hierarkis dan
atau sub-ordinasi. Melainkan sebuah kesatuan organis yang saling bergantung
satu sama lain.
a.
Deep
Ecology
Salah satu
bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal
sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan
oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973, di mana prinsip moral yang
dikembangkan adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis. Istilah Deep Ecology
sendiri digunakan untuk menjelaskan kepedulian manusia terhadap lingkungannya.
Kepedulian yang ditujukan dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang sangat
mendalam dan mendasar, ketika dia akan melakukan suatu tindakan. Kesadaran
ekologis yang mendalam adalah kesadaran spiritual atau religius, karena ketika
konsep tentang jiwa manusia dimengerti sebagai pola kesadaran di mana individu
merasakan suatu rasa memiliki, dari rasa keberhubungan, kepada kosmos sebagai
suatu keseluruhan, maka jelaslah bahwa kesadaran ekologis bersifat spiritual dalam
esensinya yang terdalam. Oleh karena itu pandangan baru realitas yang
didasarkan pada kesadaran ekologis yang mendalam konsisten dengan apa yang
disebut filsafat abadi yang berasal dari tradisi-tradisi spiritual, baik
spiritualitas para mistikus Kristen, Budhis atau filsafat dan kosmologis yang
mendasari tradisi-tradisi Amerika Pribumi.
b.
Prinsip-prinsip
Gerakan Lingkungan
·
Biospheric
egalitarianism-in principle, yaitu pengakuan semua organisme dan makhluk hidup
adalah anggota berstatus sama dari suatu keseluruhan terkait sehingga
bermartabat sama.
·
Non-antroposentrisme,
yaitu manusia merupakan bagian dari alam, bukan di atas atau terpisah dari
alam.
·
Realisasi
diri (self-realization), realisasi diri manusia sebagai ecological self yaitu
pemenuhan dan perwujudan semua kemampuannya yang beraneka ragam sebagai makhluk
ekologis.
·
Pengakuan
dan penghargaan terhadap keanekaragaman dan kompleksitas ekologis dalam suatu
hubungan simbiosis.
·
Perlu
perubahan politik menuju ecopolitics, yaitu mencapai suatu keberlanjutan
ekologi secara luas yang berjangkauan jauh ke depan.
c.
Sikap
DE terhadapa Beberapa Isu Lingkungan
· Isu Pencemaran
Prioritas DE adalah mengatasi sebab
utama yang paling dalam dari pencemaran, dan bukan sekedar dampak superfisial
dan jangka pendek.
· Isu Sumber daya Alam
Alam dan kekayaan yang terkandung
didalamnya tidak direduksi dan dilihat semata-semata dari segi nilai dan fungsi
ekonomis, tetapi juga nilai dan fungsi sosial, budaya, spiritual dan religius,
medis dan biologis.
· Isu Jumlah Penduduk
Pengurangan penduduk adalah yang
menjadi prioritas utama.
· Isu Keberagaman Budaya dan Teknologi Tepat Guna
DE berusaha melindungi keberagaman
budaya dari invansi masyarakat industri maju, karena keberagaman budaya dilihat
sebagai analog dan berkaitan dengan keragaman dan kekayaan bentuk-bentuk
kehidupan.
· Pendidikan dan Penelitian Ilmiah
Prioritas sialihkan dari ”ilmu-ilmu
keras ” ke ”ilmu-ilmu lunak”, khususnya enhetahuan budaya, filsafat dan etika
serta penggalian kearifan tradisional untuk memperkaya wawasan masyarkat
modern.
2.5
Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
Prinsip-prinsip Etika Lingkungan :
a.
Sikap
Hormat terhadap Alam
b.
Prinsip
Tanggung Jawab
c.
Prinsip
Solidaritas
d.
Prinsip
Kasih Sayang dan Kepedulian
e.
Prinsip
“No Harm”
f.
Prinsip
Hidup Sederhana dan Selaras dengan AlaM
g.
Prinsip
Keadilan
h.
Prinsip
Demokrasi
i.
Prinsip
Integritas Moral
Lengkapnya bisa di donwload : PPT dan PDF
0 komentar:
Posting Komentar