2.1 Aspek Etika Bisnis Islami
Secara sederhana etika bisnis adalah cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan,
industri dan juga masyarakat. Islam itu sendiri merupakan sumber nilai dan
etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana
bisnis. Islam memiliki wawasan yang komrehensif tentang etika bisnis.
1.
Kesatuan
(Tauhid/Unity)
Dalam
hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
2.
Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
Islam
sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan
dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan
bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk
menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
“Dan
sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang
benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S.
al-Isra’: 35).
Dalam
beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat
adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang
beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku
adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3.
Kehendak
Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan
manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas
dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya
melalui zakat, infak dan sedekah.
4.
Tanggung
jawab (Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
5.
Kebenaran:
kebajikan dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
2.2 Teori Ethical Egoism
Ethical
Egoism adalah berbeda dengan prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap
jujur, amanah dan bercakap benar. la kerana tindakan tersebut didorong oleh
nilai-nilai luhur yang sedia ada dalam diri manakala dalam konteks ethical
egoism pula sesuatu tindakan adalah didorong oleh kepentingan peribadi.
Misalnya, seseorang individu yang memohon pinjaman akan memaklumkan kepada
pegawai bank tentang kesilapan pihak bank bukan atas dasar tanggungjawab tetapi
kerana beliau mempunyai kepentingan diri.
Contoh etikal egoism
1.
Menyelamatkan
mangsa lemas – walaupun perkara ini adalah membahayakan diri sendiri namun
demikian ganjaran dalam bentuk wang atau penghormatan dalam memotivasikan
individu dalam melaksanakan perkara tersebut.
2.
Pergi
ke luar negara untuk membantu mangsa peperangan – walaupun perlu mengorbankan
masa dan tenaga namun oleh kerana ganjaran dan tajaan yang disediakan oleh
pihak tertentu maka seseorang dapat melaksanakan perkara ini.
2.3 Konsep Relativisme
Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi
atau relatif. Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya
harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan
pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme
dalam Islam.
Etika Relativisme juga memiliki pengertian lain yaitu doktrin yang
menyatakan bahwa tindakan harus dinilai sesuai denganapa yang dirasakan
individu benar atau salah menurut mereka. Hal ini berpendapat bahwa bila ada
dua individu atau budaya berbeda mengenai moralitas isu atau tindakan tertentu.
Relativisme etis adalah teori bahwa karena masyarakat yang berbeda
memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau
salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain,
relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara
absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan
atau orang dari semua masyarakat.
2.4 Konsep Deontology
Deontologi berasal dari kata deon yang berarti tugas atau
kewajiban. Apabila sesuatu dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan
sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatannya. Teori yang dikembangkan
oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan
aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau
"konsekuensi" seperti yang ada dalam teori teleologi.
Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang
baik. Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan
(Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara
universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia
untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh
manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil,
jujur, murah hati, dsb sebagai keseluruhan.
2.5 Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk
bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer,teknik dan desainer.
2.6 Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan
profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar & baik
& apa yang tidak benar & tidak baik bagi profesional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya
definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola
aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Pengertian kode etik yang lainnya yaitu, merupakan suatu bentuk
aturan yang tertulis, yang secara sistematik dengan sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada & ketika dibutuhkan dapat difungsikan
sebagai alat untuk menghakimi berbagai macam tindakan yang secara umum dinilai
menyimpang dari kode etik tersebut.
2.7 Prinsip Etika Profesi
1.
Prinsip
Tanggung Jawab : Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena
orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas
profesi yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung
jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar
diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
2.
Prinsip
Keadilan : Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam
melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak
tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3.
Prinsip
Otonomi : Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia
luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri.
Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang
profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut.
4.
Prinsip
Integritas Moral : Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri
profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang
yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu
mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama
baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.
Lebih Lengkapnya Bisa Di Download di : PPT dan PDF
0 komentar:
Posting Komentar