2.1
Definisi Pengaturan
Pengaturan (governance) pada dasarnya sudah berjala dalam kehidupan
manusia sebagai mahluk sosial, dan juga manusia sebagai mahluk alam. Pengaturan
adalah sebuah proses pengambil keputusan dan proses yang oleh pengambil
keputusan yang diimplementasikan, sebuah analisis dari pengaturan memfokuskan
pada pelaku formal dan informal yang terlibat dalam pengambil keputusan dan
mengimplementasikan keputusan yang telah diambil dan struktur secara formal dan
informal yang sudah tersusun dalam sebuah tempat untuk segera dilaksanakan dan
keputusan yang diimplementasikan. Pemerintah adalah salah satu pelaku dalam
pengaturan, pelaku lainnya terkait dalam pengaturan yang tergantung pada
tingkatan pemerintah yang kita diskusikan. Sama halnya dengan struktur pemerintahan
formal sebagai salah satunya yang keputusan tersebut muncul dan
diimplementasikan, pada tingkat nasional, struktur pengambilan keputusan
informal, seperti “kitchen cabinet” atau penasehat informal akan tetapi eksis.
2.2
Karakteristik Good Governance
Birokrat sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan publik tentu
memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkan good governance dalam
pelayanan publik. Bentuk Pelayanan publik akan terlihat membawa Negara kepada
good governance jika karakteristik pelayanan publik tersebut telah sesuai
dengan karakteristik Good governance itu sendiri. Dalam hal ini, ada Sembilan
karakteristik good governance dari United Nation Development Program (UNDP),
yakni :
1.
Partisipasi
Konsep
partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang
diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran
serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan
adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain
yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan. Dalam pelayanan
publik, partisipasi tidak hanya terjadi diantara pihak pemerintah melalui
birokrat yang kemudian membuat kebijakan mengenai bentuk pelayanan yang akan
diberikan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sehingga mengetahui lebih
lanjut apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam
hal ini, pemerintah melalui pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator
da katalisator yang memberikan pelayanan terbaik yang memang sesuai.
Tujuan utama
dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang
sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang
untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh. Keterlibatan masyarakat lebih
kepada pengharapan akan tertampungnya berbagai aspirasi dan keluhan masyarakat
mengenai pelayanan yang diberikan oleh birokrat selama ini. Masyarakat terlibat
baik dalam bentuk perencanaan untuk mengedepankan keinginan terhadap pelayanan
publik, perumusan ataupun pembuatan kebijakan, serta juga sebagai pengawas
kinerja pelayanan.
2.
Rule of law
Rule of low
berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur
hak-hak manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan
(1994), supremasi hukum mengandung arti : Suatu tindakan hukunm hanya sah
apabila dilakukan menurut atau berdasarkan aturan hukum tertentu (asas
legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan
umum benar-benar menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum akan melanggar
dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam masyarakat (principles of natural
justice). Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat
asasi maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya.
3.
Transparansi
Transparansi
berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak
yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha,
terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan
informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan
publik adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi swasta,
keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus. Banyak hal yang
dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk beberapa pihak.
Sementara itu, organisasi publik yang bergerak atas nama publik mengharuskan
adanya keterbukaan agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan
begini, akan terlihat bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi
tersebut.
4.
Responsif
Responsif
berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi
kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal
ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam
memberikan suatu model pelayanan. Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya
tidak bisa disamakan secara keseluruhan dan pada saatnya akan merasakan suatu
kebosasanan dengan hal yang stagnan atau tidak ada perubahan, termasuk dalam
pemberian pelayanan. masyarakat selalu akan menuntut suatu proses yang lebih
mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu, Birokrasi
harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.
5.
Berorientasi pada consensus
Berorientasi
pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan
hasil kesepakatan bersama diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan
dengan konsep partisipatif dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam
merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.
6.
Keadilan
Keadilan
berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan
kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam
hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani
pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang
terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali. Konsep
keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan publik di Indonesia.
Hal ini bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan birokrasi.
7.
Efektif dan efisien
Efektif secara
sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam
mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk
pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan melayani
masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang
sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8.
Akuntabilitas
Akuntabilitas
berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban
dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu
organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah
efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah
pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain.
Dalam birokrasi, akuntabilitas yang berarti akuntabilitas publik menjadi
sesuatu yang sepertinya menjadi sosok yang menakutkan. Hal ini tentunya
disadari dari ketidakjelasan atas kinerja birokrat itu sendiri. Namun,
ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam menutupi
kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik.
9.
Strategic vision
Penyelenggara
pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan
masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar
terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan
latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.
2.3
Commission of Human
Commission of human right (Hak asasi
manusia) adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang hidup, maka bila tidak ada hak tersebut mustahil kita
dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi manusia diperoleh/didapat manusia dari
Penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.
Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuatan apa pun di dunia yang
dapat mencabut hak asasi setiap manusia, karna HAM bukan pemberian manusia atau
lembaga kekuasaan.
Commission of human right (Hak asasi
manusia) ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Menurut UU tersebut, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Setelah perang dunia kedua,
mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi
kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18
anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right).
Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor
Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang
diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia
tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of Human Rights atau
Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal.
Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan
persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu,
setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human
Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai hak, yaitu
hak :
1.
Hidup
2.
Kemerdekaan dan keamanan badan
3.
Diakui kepribadiannya
4.
Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain
menurut hukum untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti
diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah.
5.
Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
6.
Mendapatkan asylum
7.
Mendapatkan suatu kebangsaan
8.
Mendapatkan hak milik atas benda
9.
Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
10.
Bebas memeluk agama
11.
Mengeluarkan pendapat
12.
Berapat dan berkumpul
13.
Mendapat jaminan sosial
14.
Mendapatkan pekerjaan
15.
Berdagang
16.
Mendapatkan Pendidikan
17.
Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18.
Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan
keilmuan
2.4
Kaitannya Good Governance dengan etika bisnis
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of
Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good
Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan
perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam
semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut
telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha
mematuhi peraturan yang ada. Pelanggaran
atas Kode Etik dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku
atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti
oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan
dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang
harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain
masalah :
1.
Informasi rahasia
Dalam informasi
rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai
perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain
yang tidak berhak. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan
yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas
(kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan
informasi rahasia.
Selain itu
dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya
dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun
pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
2.
Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari
suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu
benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan
memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam
mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara
obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari
perusahaan.
Beberapa kode
etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan
suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan
kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail
kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.
Setiap karyawan
& pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut
perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan/peraturan yang
berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan
(Pemutusan Hubungan Kerja).
Untuk melakukan
pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam
audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya
Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi
yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar
kode etik. Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi
Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai
penerapan GCG.
Lebih Lengkapnya Bisa Di Download di : PPT dan PDF
0 komentar:
Posting Komentar