Selasa, 30 Juni 2020

MEMBERIKAN CONTOH TENTANG PERILAKU BISNIS YANG MELANGGAR ETIKA


2.1            Korupsi
Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan itu, korupsi dirumuskan dalam 30 bentuk, yang dikelompokkan ke dalam kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Masyarakat Transparansi Indonesia:Pengertian “korupsi” lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Modus korupsi antara lain contohnya yaitu :
Contoh :
·       Pemerasan Pajak
·       Manipulasi Tanah
·       Jalur Cepat Pembuatan KTP / SIM
·       SIM Jalur Cepat
·       Markup Budget/Anggaran
·       Proses Tender
·       Penyelewengan dalam Penyelesaian Perkara

2.2            Pemalsuan
Permasalahan etik dalam pemalsuan merek adalah tidak menghargai hasil karya cipta seseorang yang menciptakan produk unggul yang bermanfaat bagi semua orang, tiba-tiba dibajak atau ditiru dengan mengambil karya orang lain untuk keuntungan diri sendiri, contohnya yang banyak beredar di masyarakat adalah pemalsuan DVD/VCD dan pakaian baju,kaos, celana yang dengan sengaja menciptakan merk yang sama tetapi kualitas berbeda jauh dengan yang asli oleh karena itu produk bajakan harganya sangat murah, masyarakat pun memilih untuk membeli produk bajakan karena harganya murah dan tidak jauh berbeda kualitasnya dengan yang asli. mengapa hal ini terjadi? karena tidak ada aturan yang baku untuk menahan gejolak ini, bahkan pemerintah pun tidak mampu untuk menahan gejolak ini. peran serta negara pengusaha bahkan masyarakat sebagai konsumen yang sangat dibutuhkan, kunci utama yang perlu ditekankan adalah kesadaran masyarakat untuk membeli produk asli bukan bajakan.membeli produk asli akan meningkatkan produktifitas pencipta dan memberikan kontribusi terhadap negara.

2.3            Pembajakan
Pada tahun 2007,terdapat kasus Yayasan Karya Cipta Indonesia melawan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel).Dalam perkara tersebut YKCI selaku penggugat menyatakan bahwa karya cipta lagu yang telah diumumkan oleh Telkomsel dalam bentuk Nada Sambung Pribadi (NSP) ada lebih dari 1500 karya cipta lagu dalam negeri maupun luar negeri,Telkomsel tidak melakukan pembayaran royalti kepada YKCI selaku pemegang hak cipta atas karya lagu-lagu tersebut.
Atas perbuatan pelanggaran hak cipta ini,YKCI memperhitungkan Telkomsel telah menimbulkan kerugian materiil bagi YKCI sebesar Rp.78.408.000.000,-.Selain kerugian tersebut,YKCI menyatakan juga telah kehillangan keuntungan yang seharusnya diharapkan dan atau didapatkan dari royalti yang tidak dibayarkan.Sehingga YKCI menuntut Telkomsel untuk membayar secara tunai dan sekaligus kehilangan keuntungan tersebut sebesar 10 % per bulan dari nilai kerugian materiil.


2.4            Diskriminasi Gender
Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja. Dari data yang kami himpun dari berbagai artikel, rupanya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja sampai saat ini masih banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan. Topik yang dipilih pun terkait wanita yang kami amati dari segi kasus kehamilan, stereotype gender, dan agama (teruma muslim).
Penyebab terjadinya diskriminasi kerja, beberapa penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya : Pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki). Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya. Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak.
Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak. Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.

2.5            Konflik Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih(atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak berdaya.Dalam Bahasa latin : Configere artinya saling memukul.
Pengertian konflik menurut Soerjono Soekanto : Suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan /atau kekerasan. Faktor-faktor Penyebab Konflik Soerjono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu : perbedaan antarindividu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan dan perubahan sosial. Pengertian konflik menurut Gillin and Gillin : konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan perilaku.

2.6            Masalah Polusi
Di indonesia saat ini udara sudah tidak asri lagi, di karenakan banyaknya asap kendaraan bermotor dan asap yang di timbulkan dari industri besar seperti pabrik-pabrik besar yang ada di indonesia. Karena asap yang ditimbulkan itu, dampak yang sangat besar antara lain penipisan ozon dan jika terus menerus maka sinar ultra violet akan merusak kulit. Menurut saya, sebaiknya pemerintah ambil andil dalam masalah polusi di Indonesia saat ini. Karena jika di diamkan maka masyarakat tidak akan bisa lagi menghirup udara segar dan dapat juga menyebabkan sesak nafas dan kelainan paru-paru. Hal ini pun dapat di tuntaskan apabila masyarakat peduli dan selalu mengadakan sosialisasi rutin di lingkungan disekitarnya.
Dengan cara menanam 1 pohon pun masyarakat sudah menolong dan membantu mengurangi polusi di Indonesia. Pesan saya untuk masyarakat di indonesia adalah pintar-pintarlah menggunakan kendaraan bermotor seperlunya, dan jangan lupa untuk menanam pohon agar kita dapat terus menghirup udara segar dan terhindar dari penyakit yang dapat tiba-tiba menyerang kita melalui polusi udara.


Lebih Lengkapnya Bisa Di Download di : PPT dan PDF

PERAN SISTEM PENGATURAN, GOOD GOVERNANCE


2.1            Definisi Pengaturan
Pengaturan (governance) pada dasarnya sudah berjala dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosial, dan juga manusia sebagai mahluk alam. Pengaturan adalah sebuah proses pengambil keputusan dan proses yang oleh pengambil keputusan yang diimplementasikan, sebuah analisis dari pengaturan memfokuskan pada pelaku formal dan informal yang terlibat dalam pengambil keputusan dan mengimplementasikan keputusan yang telah diambil dan struktur secara formal dan informal yang sudah tersusun dalam sebuah tempat untuk segera dilaksanakan dan keputusan yang diimplementasikan. Pemerintah adalah salah satu pelaku dalam pengaturan, pelaku lainnya terkait dalam pengaturan yang tergantung pada tingkatan pemerintah yang kita diskusikan. Sama halnya dengan struktur pemerintahan formal sebagai salah satunya yang keputusan tersebut muncul dan diimplementasikan, pada tingkat nasional, struktur pengambilan keputusan informal, seperti “kitchen cabinet” atau penasehat informal akan tetapi eksis.

2.2            Karakteristik Good Governance
Birokrat sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan publik tentu memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkan good governance dalam pelayanan publik. Bentuk Pelayanan publik akan terlihat membawa Negara kepada good governance jika karakteristik pelayanan publik tersebut telah sesuai dengan karakteristik Good governance itu sendiri. Dalam hal ini, ada Sembilan karakteristik good governance dari United Nation Development Program (UNDP), yakni :
1.       Partisipasi
Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan. Dalam pelayanan publik, partisipasi tidak hanya terjadi diantara pihak pemerintah melalui birokrat yang kemudian membuat kebijakan mengenai bentuk pelayanan yang akan diberikan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sehingga mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam hal ini, pemerintah melalui pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator da katalisator yang memberikan pelayanan terbaik yang memang sesuai.
Tujuan utama dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh. Keterlibatan masyarakat lebih kepada pengharapan akan tertampungnya berbagai aspirasi dan keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh birokrat selama ini. Masyarakat terlibat baik dalam bentuk perencanaan untuk mengedepankan keinginan terhadap pelayanan publik, perumusan ataupun pembuatan kebijakan, serta juga sebagai pengawas kinerja pelayanan.

2.       Rule of law
Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994), supremasi hukum mengandung arti : Suatu tindakan hukunm hanya sah apabila dilakukan menurut atau berdasarkan aturan hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benar-benar menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum akan melanggar dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam masyarakat (principles of natural justice). Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya.


3.       Transparansi
Transparansi berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi swasta, keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus. Banyak hal yang dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk beberapa pihak. Sementara itu, organisasi publik yang bergerak atas nama publik mengharuskan adanya keterbukaan agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan begini, akan terlihat bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi tersebut.

4.       Responsif
Responsif berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model pelayanan. Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya tidak bisa disamakan secara keseluruhan dan pada saatnya akan merasakan suatu kebosasanan dengan hal yang stagnan atau tidak ada perubahan, termasuk dalam pemberian pelayanan. masyarakat selalu akan menuntut suatu proses yang lebih mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu, Birokrasi harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.

5.       Berorientasi pada consensus
Berorientasi pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.
6.       Keadilan
Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali. Konsep keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan publik di Indonesia. Hal ini bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan birokrasi.

7.       Efektif dan efisien
Efektif secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.

8.       Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain. Dalam birokrasi, akuntabilitas yang berarti akuntabilitas publik menjadi sesuatu yang sepertinya menjadi sosok yang menakutkan. Hal ini tentunya disadari dari ketidakjelasan atas kinerja birokrat itu sendiri. Namun, ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam menutupi kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik.


9.       Strategic vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.

2.3            Commission of Human
Commission of human right (Hak asasi manusia) adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang hidup, maka bila tidak ada hak tersebut mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi manusia diperoleh/didapat manusia dari Penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuatan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia, karna HAM bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Commission of human right (Hak asasi manusia) ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU tersebut, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai hak, yaitu hak :
1.       Hidup
2.       Kemerdekaan dan keamanan badan
3.       Diakui kepribadiannya
4.       Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah.
5.       Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
6.       Mendapatkan asylum
7.       Mendapatkan suatu kebangsaan
8.       Mendapatkan hak milik atas benda
9.       Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
10.    Bebas memeluk agama
11.    Mengeluarkan pendapat
12.    Berapat dan berkumpul
13.    Mendapat jaminan sosial
14.    Mendapatkan pekerjaan
15.    Berdagang
16.    Mendapatkan Pendidikan
17.    Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18.    Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

2.4            Kaitannya Good Governance dengan etika bisnis
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi  peraturan yang ada. Pelanggaran atas Kode Etik dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah :
1.       Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia.
Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

2.       Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan.
Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja).
Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.


Lebih Lengkapnya Bisa Di Download di : PPT dan PDF

HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOULDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL

2.1 Bentuk Stokholder
Pengertian stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern.
Macam – macam Stakeholder :
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
1. Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.

2. Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.

3. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
· Pemerintah Kabupaten
· DPR Kabupaten
· Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
Bentuk dari stakeholder bisa kita padukan dengan Bentuk kemitraan dengan komite sekolah, dunia usaha, dan dunia industri (DUPI) dan Industri Lainnya
Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh tenaga kependidikan dengan stakeholder antara lain berupa :
1. Kerjasama dalam penggalangan dana pendidikan baik untuk kepentingan proses pembelajaran, pengadaan bahan bacaan (buku), perbaikan mebeuler sekolah, alat administrasi sekolah, rehabilitasi bengunan sekolah maupun peningkatan kualitas guru itu sendiri.

2. Kerjasama penyelenggaraan kegiatan pada momen hari – hari besar nasional dan keagamaan.

3. Kerjasama dengan sponsor perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas gizi anak sekolah, seperti dengan perusahaan susu atau makanan sehat bagi anak – anak sekolah, dan bentuk kemitraan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.

2.2 Stereotype, Prejudice, Stigma sosial
Perusahaan pada dasarnya adalah suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik yang hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota-anggota korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.
Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya dan pola hidup yang ada sebagai lingkungan perusahaan yang bersangkutan, maka masalah akulturasi menjadi hal yang penting di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu komnitas dengan komunitas lain dapat terjadi ketika anggota komunitas melakukan interaksi sosial yang intensif.
Penyebaran pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan) kepada perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga diffusi (Pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat kita identifikasi bahwa dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya komunitas indonesia itu sendiri. Penggunaan budaya dominan akan semakin sering kita akulturasi budaya terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya semakin dapat menjadikan budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan bertingkah laku.
Lintas budaya menjadi suatu proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi sangat mudah terjangkau, dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah terjadi. Oleh karena itu segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas perusahaan yang mengandung proses lintas budaya.
Perbedaan pola hidup akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah – masalah intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala. Biasanya pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan orang yang malas–malas, tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha untuk melakukan monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya korporasi yang di lakukan oleh orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang tersebut.
Dalam interaksi sosial akan muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan sosial dari individu yang bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri, tanda, gaya bicara yang membedakan dengan atribut dari sukubangsa. Hubungan antar sukubangsa yang ada dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan, maka akan muncul stereotype, prejudice, dan stigma social.
1. Stereotype adalah adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok dimana orang tersebut dikategorikan. Stereotype merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat.

2. Prejudice atau prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. Dengan kata lain, prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok yang berbeda dengannya atau kelompoknya.

3. Stigma adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial  sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh stigma sosial dapat terjadi pada orang yang memiliki kelainan fisik atau cacat mental, anak diluar pernikahan, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama dan etnis seperti menjadi orang yahudi, afrika dan sebagainya.
Stereotype, prejudice dan stigma sosial muncul karena pengalaman seorang individu dari golongan satu terhadap golongan lainnya dan kemudian individu tersebut mengabarkan pengalamannya tersebut. Akibat dari pengetahuan tentang sukubangsa lain  dari golongan sosial lain  akan dipakai sebagai referensi dalam pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan dengan suku bangsa lain.

2.3 Mengapa Perusahaan Harus Bertanggungjawab
Dalam perkembangan industry di dunia, negara–negara utara ternyata lebih maju dalam percepatan kemakmuran dari komunitasnya dan ini sangat di rasakan oleh negara–negara selatan yang notabene adalah negara–negara penghasil. Kemudian ditelaah bahwa terjadi trickle-down effect  yang artinya bahwa hasil–hasil pembangunan bagi negara–negara selatan lebih banyak di nikmati oleh beberapa gelintir orang  dari kelas–kelas tertentu saja sehingga lebih banyak menyengsarakan sebagian besar individu dari komunitas kelas di bawahnya.
Dalam pertemuan di Rio de Janeiro di rumuskan adanya pembangunan yang berkelanjutan yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan keber lanjutan lingkungan. Dalam pertemuan Yohannesburg mengisyaratkan adanya suatu visi yang sama yaitu di munculkan konsep social sustainability, yang mengaringi dua aspek sebelumnya (economic dan environment sustainability). Ketiga aspek ini menjadi patokan bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility).
Dalam kenyataan, masih banyak terdapat kesimpangsiuran terdapat kesimpangsiuran dari penerapan ketiga konsep tersebut dan bahkan cenderung saling tumpang tindih dan bertolak belakang. Maksudnya adalah ketika menerapkan kebijakan ekonomi dan lingkungan akan tergantung pada kebijakan social dari kelompok tertentu, sehingga tampak adanya ketidak serasian antara negara satu dengan negara lainnya dalam menerapkan kebijakan tersebut dan bahkan antara komunitas satu dengan komunitas lainnya dalam satu negara mengalami perbedaan pemahaman, sehingga di perlukan adanya kerja sama antar stakeholder.
Pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi selanjutnya. Masalahnya adalah dalam penerapan ketiga aspek pembangunan berkelanjutan memang secara teoritis dapat “Mengeram” kerusakan lingkungan dengan adanya aspek social sustainability.
Sustainable development menjadi di anggap sesuatu yang maya atau utopia atau sesuatu yang bersifat teori saja tanpa dapat di implementasikan. Ini semua di sebabkan karena terabaikannya aspek yang mendasar yaitu manusia (Human) dan komunitas (People). Dalam World Summit yang lalu, yang di pokuskan adalah kemiskinan (Koperti), tetapi tidak melihat pada akar permasalahannya karena di bahas melalui pendekatan makro dan bukan mikro.
Sustainable development tidak akan berjalan denga baik apabila tidak memperhatikan aspek kemanusiaannya (Human) dalam konsep sustainable future ini selain dari ketiga aspek (Ekonomi, Sosial dan Lingkungan) di perlukan satu aspek internal yaitu aspek keberlanjutan manusia (Human Sustainability) dalam human sustainability yang di maksud adalah peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional dan intelektual.
Keberlanjutan dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat di lakukan oleh korporsi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social Responsibility) Corporate social responsibility dapat di pahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas (Sankat, Clemen K, 2002). Pengertian ini sama dengan apa yang telah di telorkan oleh The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) yaitu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga, karyawan tersebut, berikut komunitas–komunitas tempat (Lokal) dan komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Secara umum Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan – perubahan yang ada sekaligus memelihara.
Konsep Corpotare Social Responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya komunitas, juga komunitas tempat (Lokal) kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statif. Kemitraan ini merupakan taggung jawab bersama secara sosial antar stakeholder. Konsep kedermawanan perusahaan atau (Corpotare Philanthtopy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya. Pengeluaran yang di lakukan oleh perusahaa untuk pembangunan komunitas sekitarnya terkadang hanya bersifat formasilme/adhoc tanpa di landasi semangat untuk memandirikan komunitas.
Menurut The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) di nyatakan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja denga para karyawan perusahaan, keluarga karyawa tersebut, berikut komunitas – komunitas tempat (Lokal) dan komunitas secaara berkeseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Kegiatan program yang di lakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya dapat di katagorisasi dalam tiga bentuk:
a. Public Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang di lakukan oleh perusahaan. Contoh dalam koteks Public Relations adalah program “Couse Related Marketing” yang di jalankan oleh sebuah perusahaan pakaian.
b. Strategi Defensif
Usaha yang di lakukan oleh perusahaan guna menangkis tanggapan negatif komunitas luas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perushaan terhadap karyawannya, dan biasanya untuk melawan “Serangan” negatif dari anggapan komunitas atau komunitas yang sudah terlanjur berkembang. Contoh kajian Pricewaterhouse Cooper tentang program CSR, di temukan bahwa sejumlah perusahaan menjalankan CSR karena ingin menghindari konsekuensi negatif dari publisitas yang buruk.
Keinginan Tulus Untuk Melakukan Kegiatan Yang Baik yang Benar – benar berasal dari visi perusahaan itu. Melakukan program untuk kebutuhan komunitas atau komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil perusahaan itu sendiri. Contoh seperti tindakan perusahaan sepatu dengan memberikan obat – obatan kepada mereka yang membutuhkan.

2.4 Komunitas Indonesia dan Etika Bisnis
Indonesia memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya, komunitas Indonesia, komunitas elite, dan komunitas rakyat.
Bentuk – bentuk pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai dengan industri jasa. Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memilki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.
Dimensi etika dalam perusahaan
· Etika adalah pandangan, kayakinan dan nilai akan sesuatu yang baik dan buruk, benar dan salah (griffin).
· Etika perusahaan adalah standar kelayakan pengelolaan organisasi yang memenuhi criteria etika.

Upaya perwujudan dan peningkatan etika perusahaan
· Pelatihan etika
· Advokasi etika
· Kode etika
Keterlibatan public dalam etika perusahaan. Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata–kata sukarno presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).

Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh  sebagai sebuah kekuatan bangsa.

2.5 Dampak tanggung jawab sosial perusahaan
Ke depan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.

2.6 MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan darimonitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untukmenciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Berkaitan dengan pelkasanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus jelas terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti ;
1. Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju internal maupun ekstrnal (sasaran)
2. Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan (rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disusun sebelumnya.
Bagaimana mengukur dan merekam pokok-pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut (indikator)

Lebih Lengkapnya Bisa Di Download di : PPT dan PDF