Sejarah Suku Madura ~ Orang Madura tinggal
di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan
sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo, Bondowoso,
sebelah timur Probolinggo, utara Lumajang, dan utara Jember, jumlahnya paling
banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga Surabaya utara, serta sebagian
Malang. ada juga yang menetap di Bawean, di negeri jiran Malaysia, Timor Leste,
Brunei Darussalam misalnya juga ada, mereka ada yang menjadi penduduk tetap
(sudah dapat IC/ surat tinggal selamanya.), Bahkan ada juga di negara negara
Timur Tengah.
Suku bangsa ini mendiami Pulau
Madura dan sebagian pantai Jawa bagian timur. Jumlah populasi
mereka sekitar 3.000.000 jiwa. Sebagian lain ada yang berdiam di kota-kota
besar lain di Indonesia. Bahasa mereka adalah bahasa Madura dengan
dialek Kangean, Sumenep, Pamekasan, Bangkalan, Probolinggo, Bondowoso dan
Situbondo. Bahasa Madura juga mengenal tingkatan
bahasa, yaitu bahasa kasar, menengah dan halus, Bahasa kasar dipakai untuk
komunikasi sehari-hari masyarakat.
Sebaran Tempat Tinggal
Di samping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak yang
bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat dan Kalimantan
Tengah, serta ke Jakarta, Tangerang, Depok, Bogor, Bekasi, dan sekitarnya, juga
Negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia. Beberapa kota di Kalimantan seperti
Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura
disebabkan oleh kesenjangan sosial, namun sekarang kesenjangan itu sudah mereda
dan etnis Madura dan penduduk setempat sudah rukun kembali
Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang
tinggi, ramah, giat bekerja dan ulet, mereka suka merantau karena keadaan
wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya
berprofesi sebagai pedagang, misalnya: berjual-beli besi tua, pedagang asongan,
dan pedagang pasar.
Agama dan kepercayaan
Mayoritas
masyarakat hampir 100 % suku Madura adalah penganut Islam bahkan suku Madura
yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 % muslim. suku Madura terkenal sangat
taat dalam beragama islam. Salah satu sebabnya dengan adanya Pondok Pesantren
yang tersebar di seluruh pulau madura. Misalnya Pondok Pondok pesantren
miftahul ulum panyepen, Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, pondok pesantren Al
hamidiy banyuanyar Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar di Kabupaten
Pamekasan, Pondok pesantren Annuqayah disingkat PPA pesantren yang terletak di
desa Guluk-Guluk, Pondok Pesantren Al-Amin di Sumenep dan , Pondok Pesantren
Syaikhona Kholil Bangkalan, Pondok Pesantren Attaraqqi Sampang, dan
pesantren-pesantren lainnya dari yang memiliki santri ribuan, ratusan, dan
puluhan yang tersebar di Pulau Madura. Pesantren-pesantren begitu mengakar
dalam kehidupan masyarakat Madura karena pesantren tidak sekadar mengajar ilmu
agama tetapi juga mempunyai kiprah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan
peduli pada nasib rakyat kecil.
Mata Pencaharian Utama Suku
Madura
Mata pencaharian utama masyarakat
Suku Madura adalah bercocok tanam ketela, jagung, kacang hijau dan
kacang tanah. Pekerjaan lainnya adalah nelayan di sungai dan lautan.
Pelaut Madura memang juga terkenal gigih dan terampil
berlayar. Di Madura juga berkembang peternakan, sapi
potong, sapi kerapan (pacuan), kuda, kambing, dan ayam.
Kekerabatan Dalam Suku Madura
Prinsip hubungan
kekerabatan orang Madura umumnya adalah bilateral.
Khususnya golongan priayi (bangsawan), sebagian masih menggunakan prinsip
hubungan kekerabatan yang patrilineal sifat, terutama nampak dalam hal
pewarisan gelar pusaka yang disebut pancer (garis keturunan lelaki saja). Unsur
feodalisme masih terasa di daratan Madura. Keluarga-keluarga
inti yang satu keturunan biasanya membuat tempat tinggal yang mengelompokkan di
sautu wilayah yang mereka sebut koren, dan biasanya tidak lebih dari sepuluh
buah keluarga. Kelompok teritorial genealogis ini ada yang terpencil letaknya
dan dihuni oleh sampai dua puluh keluarga dari sekitar lima generasi disebut
kampong meji. Kampung yang didiami oleh tiga generasi dengan jumlah rumah paling
banyak lima buah disebut pemengkang. Lalu kampung yang dihuni sekitar empat
generasi dan jumlah keluarganya bisa lebih dari dua puluh buah disebut tanean
lanjeng.
Kemasyarakatan Dalam Suku
Madura
Setiap kampung dipimpin oleh
seorang apel. Beberapa buah kampung bergabung menjadi satu desa, dan dipimpin
oleh seorang kalebun (kepala desa). Ia dibantu oleh seorang carek (juru tulis).
Karena masyarakat Madura umumnya memeluk agama Islam,
maka tokoh ulama dihormati pula di daerah ini. Tokoh agama itu biasanya memiliki
pengaruh kuat di bidang sosial politik, ekonomi dan kebudayaan. Malah para kyai
(ulama) menduduki hierarki teratas setelah bapak (orang tua-tua) dan ratu
(pemerintah).
Karakter sosial budaya
Harga diri, juga paling penting
dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bagus
pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang)
daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok
pada masyarakat Madura, tetapi tradisi lambat laun melemah seiring dengan
terdidiknya kaum muda di pelosok desa, dahulu mereka memakai kekuatan emosional
dan tenaga saja, namun kini mereka lebih arif dalam menyikapi berbagai
persoalan yang ada.
Ada perbedaan antara Madura Timur
(Sumenep dan Pamekasan) dengan Madura Barat (Sampang dan Bangkalan). Orang
Madura Timur dikenal lebih halus baik dari sikap, bahasa, dan tatakrama
daripada orang Madura Barat.[butuh rujukan] Orang Madura Barat lebih banyak
merantau daripada Madura Timur.[butuh rujukan] Hal ini, disebabkan Madura Barat
lebih gersang daripada Madura Timur yang dikenal lebih subur.
Referensi :
0 komentar:
Posting Komentar