Jumat, 22 Desember 2017

Suku Madura

Sejarah Suku Madura ~ Orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo, Bondowoso, sebelah timur Probolinggo, utara Lumajang, dan utara Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga Surabaya utara, serta sebagian Malang. ada juga yang menetap di Bawean, di negeri jiran Malaysia, Timor Leste, Brunei Darussalam misalnya juga ada, mereka ada yang menjadi penduduk tetap (sudah dapat IC/ surat tinggal selamanya.), Bahkan ada juga di negara negara Timur Tengah.

Suku bangsa ini mendiami Pulau Madura dan sebagian pantai Jawa bagian timur. Jumlah populasi mereka sekitar 3.000.000 jiwa. Sebagian lain ada yang berdiam di kota-kota besar lain di Indonesia. Bahasa mereka adalah bahasa Madura dengan dialek Kangean, Sumenep, Pamekasan, Bangkalan, Probolinggo, Bondowoso dan Situbondo. Bahasa Madura juga mengenal tingkatan bahasa, yaitu bahasa kasar, menengah dan halus, Bahasa kasar dipakai untuk komunikasi sehari-hari masyarakat.


Sebaran Tempat Tinggal
Di samping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak yang bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, serta ke Jakarta, Tangerang, Depok, Bogor, Bekasi, dan sekitarnya, juga Negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia. Beberapa kota di Kalimantan seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura disebabkan oleh kesenjangan sosial, namun sekarang kesenjangan itu sudah mereda dan etnis Madura dan penduduk setempat sudah rukun kembali
Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi, ramah, giat bekerja dan ulet, mereka suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya berprofesi sebagai pedagang, misalnya: berjual-beli besi tua, pedagang asongan, dan pedagang pasar. 

Agama dan kepercayaan
Mayoritas masyarakat hampir 100 % suku Madura adalah penganut Islam bahkan suku Madura yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 % muslim. suku Madura terkenal sangat taat dalam beragama islam. Salah satu sebabnya dengan adanya Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pulau madura. Misalnya Pondok Pondok pesantren miftahul ulum panyepen, Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, pondok pesantren Al hamidiy banyuanyar Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar di Kabupaten Pamekasan, Pondok pesantren Annuqayah disingkat PPA pesantren yang terletak di desa Guluk-Guluk, Pondok Pesantren Al-Amin di Sumenep dan , Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Pondok Pesantren Attaraqqi Sampang, dan pesantren-pesantren lainnya dari yang memiliki santri ribuan, ratusan, dan puluhan yang tersebar di Pulau Madura. Pesantren-pesantren begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat Madura karena pesantren tidak sekadar mengajar ilmu agama tetapi juga mempunyai kiprah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan peduli pada nasib rakyat kecil.

Mata Pencaharian Utama Suku Madura
Mata pencaharian utama masyarakat Suku Madura adalah bercocok tanam ketela, jagung, kacang hijau dan kacang tanah. Pekerjaan lainnya adalah nelayan di sungai dan lautan. Pelaut Madura memang juga terkenal gigih dan terampil berlayar. Di Madura juga berkembang peternakan, sapi potong, sapi kerapan (pacuan), kuda, kambing, dan ayam.

Kekerabatan Dalam Suku Madura
Prinsip hubungan kekerabatan orang Madura umumnya adalah bilateral. Khususnya golongan priayi (bangsawan), sebagian masih menggunakan prinsip hubungan kekerabatan yang patrilineal sifat, terutama nampak dalam hal pewarisan gelar pusaka yang disebut pancer (garis keturunan lelaki saja). Unsur feodalisme masih terasa di daratan Madura. Keluarga-keluarga inti yang satu keturunan biasanya membuat tempat tinggal yang mengelompokkan di sautu wilayah yang mereka sebut koren, dan biasanya tidak lebih dari sepuluh buah keluarga. Kelompok teritorial genealogis ini ada yang terpencil letaknya dan dihuni oleh sampai dua puluh keluarga dari sekitar lima generasi disebut kampong meji. Kampung yang didiami oleh tiga generasi dengan jumlah rumah paling banyak lima buah disebut pemengkang. Lalu kampung yang dihuni sekitar empat generasi dan jumlah keluarganya bisa lebih dari dua puluh buah disebut tanean lanjeng.

Kemasyarakatan Dalam Suku Madura
Setiap kampung dipimpin oleh seorang apel. Beberapa buah kampung bergabung menjadi satu desa, dan dipimpin oleh seorang kalebun (kepala desa). Ia dibantu oleh seorang carek (juru tulis). Karena masyarakat Madura umumnya memeluk agama Islam, maka tokoh ulama dihormati pula di daerah ini. Tokoh agama itu biasanya memiliki pengaruh kuat di bidang sosial politik, ekonomi dan kebudayaan. Malah para kyai (ulama) menduduki hierarki teratas setelah bapak (orang tua-tua) dan ratu (pemerintah).

Karakter sosial budaya
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura, tetapi tradisi lambat laun melemah seiring dengan terdidiknya kaum muda di pelosok desa, dahulu mereka memakai kekuatan emosional dan tenaga saja, namun kini mereka lebih arif dalam menyikapi berbagai persoalan yang ada.
Ada perbedaan antara Madura Timur (Sumenep dan Pamekasan) dengan Madura Barat (Sampang dan Bangkalan). Orang Madura Timur dikenal lebih halus baik dari sikap, bahasa, dan tatakrama daripada orang Madura Barat.[butuh rujukan] Orang Madura Barat lebih banyak merantau daripada Madura Timur.[butuh rujukan] Hal ini, disebabkan Madura Barat lebih gersang daripada Madura Timur yang dikenal lebih subur.

Referensi :